Kalau saya sekarang tiba-tiba suka lari, sebenarnya saya tidak sedang pindah kuadran. Sejak kecil saya memang sudah menyukai aktivitas lari, termasuk permainan yang ada unsur larinya, seperti petak jongkok dan bentengan. Pada dasarnya saya memang suka lari.
Ketika ITB menggelar ultra marathon 2017 lalu, sebenarnya saya ingin ikut berpartisipasi. Tapi kenyataanya, saya masih belum kuat berlari.
Saat itu masih sulit bagi saya mengatur waktu latihan, karena masih punya balita pula. Sempat impulsif membeli slot Borobudur Marathon 2017 kategori 10K (karena ada diskon 20%), tapi lagi-lagi tidak berani berangkat karena belum ada modal latihan.
Ketika si bungsu lepas masa balita April 2018 lalu, dan dia sudah lebih mandiri, saya pikir saya sudah mulai punya waktu buat lari. Tapi ya ternyata susah juga berkomitmen untuk rutin lari.
Lalu menjelang gue usia 40 pada Agustus 2018 lalu, saya berpikir, untuk mulai mencoba sesuatu yang baru. Tergodalah untuk kembali membeli slot Borobudur Marathon. Tapi ternyata yang 10K sudah habis, bahkan yang HM juga. Tinggal beberapa slot FM tersedia.
Waktu itu kalau tidak salah bulan Juli. Saya langsung japri Barkah, temen kuliah yang juga pelari.
"Kah, gue pengen ikutan Borobudur Marathon tapi tinggal yg FM. Gimana nih?"
"Masih 4 bulan. Cukup kok waktu untuk latihan. Latihan ga akan membohongi hasil."
"Ya udah lah beli aja ya. Ga finish juga gapapa. Gue cuma pengen lari di Borobudur kok."
Saya belilah FM seharga Rp. 500 ribu itu.
Pada awalnya saya memang tidak memiliki target apapun, bahkan untuk finish. Tapi dalam hati saya ketar-ketir juga. Saya hubungi kawan lain yang lebih berpengalaman di bidang lari. Kemudian saya mengontak Oki, yang cukup aktif di grup lari angkatan saya.
Oki memberi menu latihan longrun yang makin jauh jarak tempunyanya tiap minggu. Dari 5K, 8K, 10K dan seterusnya. Tapi didampingi mereka berdua rasanya tidak cukup.
Saya lalu mulai mencari komunitas lari di Depok dan bergabung dengan mereka sekitar awal Agustus. Ternyata mereka punya program untuk persiapan Borobudur Marathon 2018. Namanya EARP, diampu oleh Andhika Bagol Akbar. Saya bergabung dengan programnya.
Latihan dimulai setelah basic test. Kami dites lari utk jarak 100 m, 400 m, 1500 m dan lari 15 menit. Dari hasil basic test keluarlah menu latihan yang harus dijalani sampai menjelang Borobudur Marathon lalu.
Dalam rentang waktu itu, sebenernya saya juga tidak ada rencana ikutan ITB Ultra 2018 karena ingin fokus ke Borobudur Marathon. Tapi, lagi-lagi karena dikomporin Barkah, dan kebetulan juga weekend itu jadwalnya latihan longrun 24K, ditariklah saya ke tim R8 yang menempuh jarak sekitar 22K. Saya mulai berlari di garis start (BNI Sudirman) dan Alhamdulillah sampai WS3 di Kelapa Dua dengan sehat dan selamat.
Ketakutan saya menjalani marathon -takut cedera, sampai takut 'lewat'- membuat saya harus mengimbanginya dengan latihan yang disiplin. Lagi, latihan memang tidak membohongi hasil. Atas ijin Allah, dan dikelilingi keluarga serta teman-teman yang sangat mendukung, Alhamdulillah saya berhasil melangkahi garis finish tanpa cedera dengan catatan waktu 5.25. 27 (chip time) / 5.27.18 (gun time).
Foto: Didit
Foto: Dani Setiawan
Comments